Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
gambar banner

Resiko Usaha Mebel, Nomor 7 Penting Diketahui Pebisnis Furniture

Resiko Usaha Mebel, Nomor 7 Penting Diketahui Pebisnis Furniture
Resiko Usaha Mebel, Nomor 7 Penting Diketahui Pebisnis Furniture

Resiko Usaha Mebel

Setelah vakum menulis dua purnama, kali ini Bumin akan menulis artikel mengenai resiko usaha mebel yang perlu diketahui pebisnis furniture berdasarkan pengalaman Bumin yang pernah mendampingi Paksu berbisnis di bidang furniture.

Menurut Bumin, sebetulnya usaha mebel sangat menjanjikan karena nilai produk yang dijual dapat menghasilkan pundi-pundi cuan yang berlipat ganda dari modal utamanya. Namun tentu resikonya pun tidak sedikit.

Resiko Usaha Mebel yang Perlu Diketahui Pebisnis Furniture

Berikut adalah resiko usaha mebel yang perlu diketahui pebisnis furniture berdasarkan pengalaman pribadi:

Butuh Modal Besar

Resiko usaha mebel yang pertama tentu adalah butuh modal besar. Modal untuk memulai usaha furniture terbilang besar karena bukan hanya satu dua juta yang harus dikeluarkan. Melainkan satu hingga dua digit.

Kecuali jika Buibu maupun Pakbapak pembaca merupakan reseller mapun dropshipper. Modal yang dikeluarkan mungkin tidak sebesar pemilik usaha mebel tangan pertama.

Butuh Tempat Penyimpanan Produk

Resiko usaha mebel yang kedua adalah butuh tempat penyimpanan produk atau showroom yang luas dan nyaman untuk dikunjungi oleh calon pembeli. Hal ini disebabkan produk furniture harus dipajang seperti etalase produk retail agar calon pembeli dapat melihat secara detail produk mebel yang akan dibelinya.

Jika sudah memiliki tempat untuk dijadikan showroom tentu akan memangkas biaya yang masuk dalam kategori modal usaha mebel ini. Namun jika belum, tentu Pakbapak dan Buibu harus menyewa tempat yang biayanya tidak sedikit.

Selain resiko di atas, tempat penyimpanan produk atau showroom juga memiliki resiko lain apakah tempat penyimpanan yang dijadikan showroom tersebut strategis atau tidak.

Durasi Penjualan

Resiko usaha mebel yang ketiga adalah durasi penjualan yang memakan waktu tidak sebentar. Setelah produk selesai dibuat, produk biasanya akan dipajang di showroom. Namun untuk penjualan ini, biasanya membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan jika produk tersebut bukan produk pesanan.

Selain itu, karena tidak setiap hari masyarakat membeli produk furniture, maka durasi penjualan usaha mebel juga kerap dikaitkan pada momen-momen tertentu ramai atau tidaknya. Menjelang Idulfitri biasanya penjualan produk furniture dapat meningkat jika dibandingkan dengan hari-hari biasanya.

Oleh karena itu, walaupun harga jualnya tinggi, namun tentu hal tersebut perlu dipertimbangkan pula durasi lama produk furniture tersebut berada di showroom. Durasi penjualan ini juga dapat dikaitkan dengan resiko usaha mebel selanjutnya.

Pemasaran yang Handal

Resiko usaha mebel yang keempat tentunya berkaitan dengan resiko usaha mebel yang ketiga. Agar durasi penjualan tidak memakan waktu yang lama, oleh sebab itu pemilik usaha harus dapat memasarkan produk secara handal baik secara online maupun offline.

Saat ini sudah banyak pelaku usaha mebel yang menggunakan media sosial tidak hanya website untuk pemasaran produknya. Bahkan mereka juga menyediakan giveaway untuk followers media sosialnya dengan memberikan produk pilihan mereka secara gratis melalui giveaway.

Untuk cara pemasaran offline, selain memiliki showroom, biasanya pelaku usaha mengikuti pameran baik pameran berskala lokal, regional, nasional, maupun internasional karena target pasar saat pameran tentunya berbeda-beda.

Mulai dari buyer hingga rekan kerja sesama pengusaha mebel. Namun tentu untuk persiapan pemasaran offline melalui pameran pun tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Sulit Mencari Tukang

Resiko usaha mebel yang kelima adalah sulitnya mencari tukang. Bukan hanya sekadar tukang, tetapi tukang yang kreatif, loyal, dan hasil pengerjaannya sesuai dengan keinginan kita sangat sulit dicari akhir-akhir ini.

Apalagi biaya gaji tukang juga tidak sedikit. Biasanya tukang juga dibayar secara berkala setiap 1 minggu sekali. Bayangkan jika tidak ada pemasukan namun tukang tetap harus diberi haknya setiap minggu.

Bahan Utama

Resiko usaha mebel yang keenam adalah sulitnya mencari bahan utama dalam keberlangsungan bisnis furniture yaitu kayu. Jenis kayu juga dapat menjadi resiko usaha mebel yang perlu dipertimbangkan. Apakah kayu tersebut terjangkau dari segi quantity maupun harganya serta kualitasnya.

Apalagi saat ini sudah sangat sulit mencari sumber bahan baku utama karena semakin minim jumlah kayu yang dapat ditebang sesuai dengan prosedur penebangan untuk dijadikan bahan baku keberlangsungan bisnis furniture ini.

Biasanya pohon kayu yang digunakan untuk usaha mebel adalah kayu jati, kayu meranti, kayu sengon, kayu kelengkeng, masih banyak lainnya.

Pencatatan Kas Arus

Resiko usaha mebel yang ketujuh adalah resiko umum yang mungkin kerap terjadi di berbagai bisnis manapun yaitu mencampur adukan pengeluaran pribadi dengan pengeluaran bisnis.

Hal ini yang akan beresiko bagi pelaku bisnis manapun, karena jika hal tersebut terjadi, akan sulit baginya untuk menentukan apakah usahanya defisit atau surplus.

Supplier Amanah

Resiko usaha mebel yang ketujuh adalah sulitnya mencari supplier yang amanah. Karena modal pembelian bahan baku kayu tidak sedikit, maka sangat sulit mencari supplier yang amanah.

Sepengalaman Bumin, ada saja masalahnya. Supplier tidak amanah, bahan baku yang sudah dipesan tidak sampai dalam artian terjadi penipuan. Supplier kurang memperhatikan volume bahan baku yang dipesan sehingga produk tidak lolos quality control buyer dan dapat menjadi kerugian bagi pebisnis furniture.

Pengiriman Produk

Resiko usaha mebel yang kedelapan adalah adanya biaya pengiriman produk yang tidak sedikit karena produk furniture biasanya memakan lahan yang besar, sehingga pengiriman pun perlu menggunakan truk atau kontainer khusus.

Kerusakan pada proses pengiriman produk pun menjadi hal yang perlu dipertimbangkan karena jika produk rusak saat sampai di tempat customer, tentu produsen harus mengganti kerusakan tersebut. Oleh sebab itu, pengemasan yang baik pun perlu dipertimbangkan dalam proses pengiriman produk.

Terdampak Penyakit ISPA dan Penyakit Lainnya

Resiko usaha mebel yang kesembilan adalah resiko terdampak penyakit infeksi saluran pernapasan akut seperti bronkhitis maupun penyakit lainnya yang disebabkan oleh aktivitas produksi seperti terhirupnya partikel debu dan terjadi penimbunan di paru-paru hingga lainnya.

Selain paru-paru, hidung dan tenggorokan serta telinga, penyakit yang dapat terdampak pada pengerjaan usaha mebel ini ada pada organ mata, tangan, kaki.

Oleh sebab itu, pelaku usaha mebel sangat penting menerapkan K3 dengan menyiapkan APD atau alat pelindung diri untuk para tukang maupun para pekerja lainnya sesuai dengan kebutuhannya seperti masker, sarung tangan, kaca mata dan sejenisnya.

Mengikuti Tren Desain Furniture

Resiko usaha mebel yang terakhir adalah dengan mengikuti tren desain furniture yang sedang hype dikalangan customer. Hal ini dapat meningkatkan pembelian jika momennya tepat.

Oleh sebab itu, pelaku usaha mebel perlu riset pasar agar dapat mengetahui tren furniture yang sedang berlangsung di kalangan masyarakat. Misal sofa panjang atau kursi kayu model lawas dan masih banyak tren lainnya.

Nah, itu dia resiko usaha mebel yang perlu diketahui pebisnis furniture berdasarkan pengalaman Bumin yang pernah mendampingi Paksu berbisnis di bidang furniture. Semoga ulasan ini bermanfaat.

Bumin ICC
Bumin ICC Ibuku Content Creator adalah wadah para ibu yang aktif menggunakan sosial media sebagai aktualisasi bahwa seorang ibu juga bisa berkarya dan menjadi content creator

2 komentar untuk "Resiko Usaha Mebel, Nomor 7 Penting Diketahui Pebisnis Furniture"

  1. Ternyata berbisnis mebel tantangannya cukup banyak ya Mba. Harus benar-benar jeli dan tekun supaya hasil yang didapatkan bisa sepadan dengan risikonya.

    BalasHapus
  2. Banyak juga pertimbangan yang perlu dipikirkan dan disesuaikan dengan kemampuan sebelum memulai usaha mebel ya, Bumin. Pantas saja jika makin banyak yang terpikir untuk menjadi reseller untuk mengurangi tuntutan modal awal dan beberapa risiko lainnya.

    BalasHapus